=====================
"Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu,"
Malam ini saya teringat ketika melamar pekerjaan sebagai pengajar. Setelah melewati rangkaian penyaringan, saya akhirnya sampai pada proses terakhir dan langsung berhadapan dengan pimpinan. Dia memberi berbagai pertanyaan secara lisan, dan sebuah pertanyaan terakhir darinya berbunyi: "Apa yang paling anda sesali dari masa lalu anda?" Dalam perjalanan hidup kita selama ini, mungkin ada banyak hal yang kita sesali. Mulai dari sesuatu yang sederhana sampai sesuatu yang bisa jadi cukup fatal hingga mempengaruhi diri kita hari ini. Kenyataannya ada banyak orang terus terperangkap di bawah bayang-bayang masa lalu mereka dan tidak kunjung bisa maju menatap hari depannya. Ada peribahasa yang menggambarkan hal ini yaitu nasi sudah menjadi bubur. Bubur tidak bisa diolah lagi menjadi nasi, menggambarkan sesuatu yang sudah terlanjur terjadi dan tidak bisa diulang kembali lagi. Bagi saya sendiri pertanyaan itu sempat membuat saya merenung. Saya bukanlah orang yang sempurna, dalam artian tidak pernah berbuat salah. Saya justru melakukan begitu banyak kesalahan di masa lalu. Lewat anugerahNya akhirnya Tuhan memberikan saya kesempatan untuk bertobat dan berbalik dari jalan-jalan saya yang buruk. Saya tidak bisa mengulangi masa lalu saya, tetapi saya bisa memperbaikinya untuk ke depan. Saya bersyukur bahwa Tuhan membukakan pintu kesempatan dan tidak mengambil nyawa saya di saat saya masih bergelimang dosa di waktu lalu. Ada banyak kecerobohan dan kebodohan yang saya lakukan sebelum bertobat dan saya tahu apa akibatnya. Oleh karena itulah saya harus benar-benar memperhatikan setiap langkah yang saya ambil hari ini agar jangan sampai semua itu terulang kembali. Saya tidak mau menambah daftar penyesalan setelah Tuhan menjadikan saya sebagai ciptaan baru, the whole new person in Christ.Ada pepatah mengatakan "penyesalan selalu datang terlambat". Bukankah ini menjadi bagian hidup semua orang? Menyesal tidak belajar dengan baik sehingga gagal dalam ujian, menyesal mengucapkan kata-kata buruk sehingga menyakiti orang untuk waktu yang cukup lama, menyesal sudah meninggalkan pekerjaan, menyesal atas pengambilan keputusan-keputusan yang keliru dan bentuk-bentuk penyesalan lainnya. Bersyukurlah bila kita masih diberi kesempatan untuk bertobat hari ini sehingga kita tidak perlu menyesal karena terlanjur kehilangan anugerah keselamatan seperti yang dialami oleh orang kaya dalam kisah Lazarus. (Lukas 16:19-31). Tapi ingatlah bahwa penyesalan tinggal penyesalan. Kita tidak bisa mengulang masa lalu. Ada yang baik, ada yang buruk, dan untuk yang buruk inilah penyesalan itu hadir pada suatu ketika, dan seringkali kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menanggung konsekuensi sebagai akibat dari kesalahan itu. Konsekuensi mau tidak mau tetap harus kita hadapi meski Tuhan sudah mengampuni kita. Tanyakan Daud, maka ia pasti akan bercerita panjang lebar mengenai hal ini.
Jika demikian, ada yang harus kita lakukan agar kita berhenti melakukan hal-hal yang akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Ayat bacaan hari ini memberikan tips agar kita terhindar darinya, "Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu" (Amsal 3:21). Betapa pentingnya ayat ini dalam mencegah kita terjatuh ke dalam keputusan-keputusan hidup yang bisa mengarah kepada penyesalan. Pertimbangan dan kebijaksanaan, keduanya harus senantiasa menjadi fokus bagi kita dalam mengambil keputusan baik yang sederhana apalagi yang penting. Jangan terburu-buru, jangan asal-asalan, tetapi pikirkanlah semua dengan matang dengan pertimbangan dan kebijaksanaan. Berdoalah dan mintalah hikmat dari Tuhan untuk memampukan kita mengambil jalan-jalan yang benar dalam pengambilan keputusan. Salomo menggambarkan bagaimana indahnya apabila kita melakukan ini dalam hidup kita. "maka itu akan menjadi kehidupan bagi jiwamu, dan perhiasan bagi lehermu. Maka engkau akan berjalan di jalanmu dengan aman, dan kakimu tidak akan terantuk. Jikalau engkau berbaring, engkau tidak akan terkejut, tetapi engkau akan berbaring dan tidur nyenyak.Janganlah takut kepada kekejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan orang fasik, bila itu datang." (ay 22-25). Dengan kata lain Salomo berkata, apabila kita mempergunakan pertimbangan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, maka hidup kita akan terpelihara indah dan menyenangkan, kita akan berjalan dengan aman tanpa harus tersandung, kita akan terbebas dari rasa cemas dan bisa tidur nyenyak dan kita tidak perlu takut akan bencana yang bisa menyerang tiba-tiba. Mempergunakan hikmat untuk pertimbangan dan kebijaksanaan artinya mengijinkan Tuhan sendiri untuk menjaga kita agar tidak terperosok dalam jebakan. "Karena Tuhanlah yang akan menjadi sandaranmu, dan akan menghindarkan kakimu dari jerat." (ay 26).
Apabila ada kesalahan-kesalahan yang sempat terjadi di waktu lalu dimana konsekuensinya masih kita rasakan hingga hari ini, jangan biarkan hal tersebut membuat langkah kita tersendat untuk maju. Sesungguhnya Tuhan sudah memberikan sebuah hidup baru yang bisa kita isi dengan lebih baik dari sebelumnya. Jangan pernah biarkan diri kita terbelenggu oleh kesalahan masa lalu, tetapi tataplah ke depan, dimana sesuatu yang indah sudah menanti kita. Rasul Paulus misalnya. Dia bukanlah orang yang baik sebelum bertobat. Masa lalunya kelam. Tetapi setelah bertobat ia tahu bahwa harus melupakan masa lalunya dan memandang ke depan. Dia berkata: "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Jika tidak bisa dilupakan, pakailah semua itu sebagai pembelajaran agar kita bisa lebih baik lagi kedepannya. Konsekuensi mungkin masih harus kita tanggung, tetapi jangan biarkan hal itu merintangi kita untuk meraih mahkota kehidupan dan keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan bagi kita. Hari ini marilah kita memperhatikan betul untuk mempergunakan pertimbangan dan kebijaksanaan dengan sebaik-baiknya sebelum memutuskan sesuatu sehingga kita tidak perlu terjatuh dalam penyesalan tak berujung di kemudian hari. Let's all be wise!
Sesal kemudian tidak berguna, maka bersikaplah bijak dalam mengambil keputusan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Lampu jalan terdiri atas tiga lampu, merah, kuning dan hijau. Kita akan tahu harus berhenti ketika lampu berwarna merah, bisa mulai bersiap-siap untuk jalan lagi atau mulai berhenti ketika lampu kuning menyala, dan segera melanjutkan perjalanan di saat lampu berwarna hijau. Warna kuning ini pun sering dipakai orang sebagai kiasan bahwa kita sudah harus hati-hati. Seperti teman saya hari ini berkata bahwa kesehatannya sudah seperti lampu kuning, karena hasil check upnya ternyata kurang baik. Lampu kuning menunjukkan bahwa kita harus mulai memperhatikan sesuatu yang mulai mengarah kepada hal yang bisa berpotensi merugikan kita. Dalam keimanan puh seperti itu. Mengaku percaya dan beriman kepada Kristus itu mudah. Tetapi seberapa jauh kebenaran pengakuan itu? Kenyataannya ada banyak orang yang dengan mudah mengaku sebagai murid Yesus, bangga memakai atribut-atribut Kekristenan dalam kehidupan sehari-hari, namun sebenarnya iman mereka sudah mulai berada dalam lampu kuning, yang artinya harus segera dibenahi sebelum terjatuh kepada berbagai tindakan yang tidak berkenan bagi Tuhan. Begitu banyaknya pengaruh dari lingkungan, media dan lain-lain bisa mulai mempengaruhi pikiran kita, dan itu akan berpengaruh kepada keyakinan lalu berdampak melemahkan iman kita. Masalahnya seringkali orang tidak menyadari bahwa iman mereka sebenarnya mulai melemah. Mereka berpikir bahwa mereka baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya tanpa disadari mereka mulai masuk ke area lampu kuning yang jika tidak cepat diatasi bisa berdampak pada hilangnya kesempatan untuk menerima mahkota kehidupan yang akan membawanya masuk ke dalam keselamatan. Pertanyaannya, adakah ciri-ciri atau tanda-tanda yang bisa kita pakai untuk mengetahui dimana tingkat iman kita saat ini?
Entah bagaimana sendok nasi di rumah saya tiba-tiba lenyap tanpa jejak. Karenanya saya pun mencari sendok baru di supermarket bersama istri saya kemarin. Ada banyak pilihan, dan harganya pun berbeda-beda. Sendok dari kayu berharga sangat murah, dari plastik ada yang murah dan ada yang mahal, sedangkan dari logam lebih mahal lagi. Semakin bagus kualitas logamnya, semakin mahal pula harganya. Yang dari perak pun harganya selangit, apalagi jika ada yang terbuat dari emas. Harga tergantung dari bahan dan kualitasnya, itu sudah menjadi sesuatu yang wajar tentunya. Tidak hanya sendok, tetapi dalam berbagai perkakas, alat, perabot dan benda-benda lain pun hal yang sama berlaku pula.
Adik saya baru saja dikagetkan dengan munculnya kembali seorang temannya yang sudah 8 tahun hilang. Orang tuanya sudah melaporkan ke polisi 8 tahun yang lalu, tetapi tidak ada kabar berita tentang dia sama sekali. Mereka menduga bahwa anaknya terlibat masalah, sudah dibunuh dan mayatnya dibuang entah kemana. Mereka sudah merelakan, semua teman-temannya pun demikian. Bayangkan betapa kagetnya adik saya ketika temannya itu tiba-tiba muncul di depan pintu rumah. Ia masih hidup, meskipun wajahnya terlihat jauh lebih tua dari usianya, dan di tangannya ada bekas luka bacokan dan sebagainya. Pecahan mesiu pun masih ada yang tertanam di wajahnya. Apa yang terjadi sehingga ia hilang? Dia belum mau menceritakan apa-apa, kecuali mengakui bahwa dia salah bergaul pada waktu itu lalu masuk ke dalam lingkungan yang jahat, sampai akhirnya terpaksa hilang untuk sekian lama. Saya mengenalnya betul. Dahulu saya tahu ia orang baik-baik. Lihatlah bagaimana orang baik-baik bisa menjadi seperti itu akibat lingkungan pergaulan yang salah. 8 tahun terbuang sia-sia dengan bekas luka di sekujur tubuh. Puji Tuhan, Tuhan masih pelihara dia dan masih memberinya kesempatan untuk bertobat. Saya tidak bisa membayangkan seandainya apa yang diduga orang tua dan teman-temannya itu benar. Alangkah sia-sianya hidup yang dimulai dengan baik apabila harus berakhir tragis seperti itu.
Seorang teman baru saja menumpahkan unek-uneknya kepada saya. Ia merasa kesal setelah selesai rapat informal di sebuah cafe bersama empat orang temannya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu, dan untuk menghormati teman-temannya, maka ia pun mengganti telepon selular nya pada posisi silent. Tetapi ternyata keempat temannya tidak berpikir untuk melakukan hal yang sama. Mereka semua sibuk dengan Blackberry masing-masing, tenggelam dalam dunianya sendiri. Teman saya itu pun kemudian hanya diam melihat keempatnya sama sekali tidak peduli akan kehadiran satu sama lain, dan hanya menjawab seadanya ketika ditanya karena sedang sibuk bermain dengan blackberrynya. "Secara fisik mereka hadir, tetapi hati, perhatian dan pikiran mereka sama sekali tidak berada di sana. Bahkan sampai janji temu selesai." Kata teman saya itu dengan kesal. Gadget terus berkembang pesat dengan fitur-fitur yang semakin luas. Orang bisa saling terhubungkan secara instan meski berada di tempat yang berjauhan. Berbagai provider dan produsen pun saling berlomba-lomba untuk merangsang pembeli dengan berbagai fasilitas seperti facebook, twitter, chatting dan lain-lain dengan harga yang termurah, kalau bisa malah gratis. Semua fasilitas ini dibuat untuk mempermudah kita berhubungan. Di satu sisi semua itu memberi kemudahan akses bagi kita, tetapi di sisi lain berbagai kemudahan itu ternyata membuat kita tidak lagi tertarik untuk bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar kita secara langsung. Semakin canggih gadget yang digunakan, semakin jauh pula penggunanya tersedot ke dalamnya. Mereka bertualang di dunia mereka masing-masing, sehingga meski tubuh mereka berada di tempat, tetapi hati, pikiran dan perhatian mereka berada dalam sebuah kotak kecil dengan dunia tersendiri. Betapa seringnya saya melihat suami istri atau yang sedang berpacaran tidak lagi saling ngobrol ketika berada di rumah makan atau cafe. Mereka sibuk dengan gadget masing-masing, tidak peduli lagi dengan orang yang pada saat itu ada bersama mereka. Pada kesempatan lain seorang teman lain mengeluh bahwa pasangannya seolah berubah menjadi orang yang tidak ia kenal. "Bangun pagi ia langsung sibuk bermain blackberry nya dan tidak lagi mau diganggu oleh apapun. Hampir sepanjang hari ia terus seperti itu." keluhnya. Ini mungkin dialami pula oleh banyak pasangan atau persahabatan. Kita dekat dengan yang jauh, tetapi menjadi jauh dengan yang dekat. Sungguh ironis.
Memakai benda-benda bermerek merupakan impian banyak orang. Tidak jarang orang rela mengeluarkan biaya mahal demi memiliki sesuatu dengan merek terkenal. Jika tidak sanggup yang asli, maka yang palsu dengan kualitas yang tidak jauh pun menjadi pilihan, sepanjang mereknya ada dan bisa terlihat menyerupai asli. Sepatu, tas, baju, celana, parfum, dan aksesori lainnya, merek-merek terkenal akan selalu menghiasi dan menggoda kita untuk bisa memilikinya. Meski tidak banyak barang yang tidak bermerek terkenal yang memiliki kualitas tidak jauh atau bahkan hampir sama, tetapi kebanyakan orang akan cenderung memilih sesuatu yang bermerek. Sedemikian pentingnya merek bagi manusia, itulah sebabnya ada begitu banyak benda-benda palsu yang beredar di pasaran baik dengan mempergunakan merek terkenal maupun yang selintas terlihat sama dengan merubah satu atau dua huruf.
Pernahkah anda memperhatikan bagaimana kita mengatakan "thank you" dalam bahasa Indonesia? Ya, kita mengatakannya dengan "terima kasih". Hari ini saya mencoba merenungkan benar kata ini. Saya tidak mendalami ilmu bahasa, sehingga saya tidak tahu dari mana asal kata "terima kasih" itu kita peroleh. Tetapi sesungguhnya ini adalah kata yang sangat tepat dalam merespon sebuah pemberian, yang sesuai dengan Firman Tuhan. Terima kasih sepertinya menunjukkan ungkapan apresiasi dengan menerima kasih yang berasal dari orang lain. Dan jawaban "kembali" itu menunjukkan penghargaan kembali kepada orang yang menyatakan terima kasih. Disini kita bisa melihat kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Alangkah indahnya dunia yang seperti itu.
Menasihati orang itu mudah, tapi tidaklah mudah untuk menjadi teladan. Ketika mengajari kita hanya perlu membagikan nilai-nilai kebenaran lewat perkataan, namun dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita. Menjadi teladan itu jauh lebih berat dibanding menjadi guru. Itulah sebabnya tidak semua guru mampu menjadi teladan, sementara orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya akan mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun. Kita melihat ada anak-anak orang yang seharusnya jadi panutan justru menunjukkan sikap yang bertolak belakang. Tidak tertutup kemungkinan pula anak seorang pendeta malah sama sekali tidak mencerminkan keberadaannya sebagai anak hamba Tuhan. Dahulu ketika SMA anak yang terbandel di sekolah saya adalah anak dari kepala sekolah itu sendiri. Meskipun ada banyak faktor yang bisa menyebabkan orang untuk menjadi jahat, namun sedikit banyak peran dan keteladanan orang tua akan mempengaruhi sikap anak-anaknya. Orang tua yang terlalu sibuk bekerja mungkin dengan mudah memarahi anak-anaknya ketika bersalah, tetapi mereka kurang atau tidak sama sekali memberi keteladanan lewat perbuatan mereka. Tidak jarang pula orang tua justru melakukan apa yang mereka larang terhadap anak-anaknya. Akibatnya apa yang mereka ajarkan tidak akan bermakna dalam hidup anak-anaknya.
Bagi orang-orang yang bekerja di bidang konstruksi atau arsitektur tentu mengenal apa yang disebut dengan blueprint atau dalam bahasa Indonesia sering pula disebut dengan cetak biru. Dalam sebuah blueprint biasanya tercetak sebuah kerangka bangunan secara terperinci atau detail. Dengan singkat kita bisa mengatakan bahwa dalam blueprint tercetak gambaran sebuah bangunan dalam bentuk kertas yang akan sangat membantu para kontraktor untuk membangun bentuk jadinya. Dalam kerangka yang lebih luas blueprint juga dipakai untuk menyatakan kerangka kerja secara detail sebagai landasan dalam membuat kebijakan-kebijakan jangka panjang, termasuk di dalamnya penetapan tujuan, sasaran, strategi dan sebagainya. Betapa sulitnya bangunan dibangun tanpa adanya blueprint, begitu pula sulitnya menetapkan tujuan jangka panjang tanpa itu.
Sudah menjadi sifat manusia untuk selalu melihat apa yang tidak dipunyai ketimbang memperhatikan betul-betul apa yang ada pada mereka untuk diolah semaksimal mungkin. Manusia cenderung sulit merasa puas dan terus saja menginginkan lebih dan lebih lagi. Ada peribahasa mengatakan "rumput tetangga lebih hijau lebih hijau dari rumput sendiri" yang menggamarkan sifat manusia yang selalu merasa kurang, tidak pernah puas. Banyak orang yang terus mencari dan mencari tanpa pernah mengetahui apa sebenarnya potensi yang mereka miliki. Jika tidak hati-hati kita bisa terjebak pada rasa iri hati, dan Alkitab berkata "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Kejahatan-kejahatan dan dosa mengintip siap memangsa disana. Jika untuk hidup sendiri saja kita sudah sulit merasa puas dan tidak mengetahui potensi kita sama sekali, apalagi dalam hal melayani atau menolong orang lain. Betapa seringnya kita merasa tidak mampu atau belum cukup mampu, dan jika itu dipelihara kita tidak akan pernah merasa mampu karena akan terus melirik apa yang dimiliki oleh orang lain. Mengetahui potensi diri sungguh penting baik untuk kemajuan diri kita sendiri maupun dalam mengulurkan tangan membantu orang lain.
Ada begitu banyak alasan yang bisa mencegah kita untuk menjadi berkat bagi orang lain meski hati kita mungkin sudah tergerak merasa kasihan dan ingin bisa membantu. Ada beberapa teman yang selalu berkata ia ingin kaya terlebih dahulu untuk bisa membantu orang lain. Masalahnya, harus sampai seberapa kaya kita terlebih dahulu baru bisa membantu orang lain? Dan banyak pula diantara kita yang berpikir kalau membantu itu perlu biaya dan pengorbanan besar, sementara yang sederhana atau kecil itu tidak akan banyak bermanfaat. Tidak jarang pula yang merasa kalau sumbangsih atau sedekah kecil lewat harta atau perbuatan itu tidak akan terlalu bernilai di mata Tuhan. Ini adalah anggapan yang salah. Sekecil apapun yang kita berikan atau perbuat, selama itu tulus, Tuhan akan memandangnya sebagai sesuatu yang sangat berarti. Bukan hanya Tuhan, tetapi manusia pun juga demikian. Seringkali pertolongan terbaik yang bisa kita berikan justru hanya dengan meluangkan waktu kita untuk mendengar keluh kesah orang lain. Itu tidak perlu biaya apa-apa. Atau bahkan secercah senyuman pun bisa memberkati orang lain.
Seringkali orang berpikir terlalu jauh untuk berbuat baik. Ada banyak orang yang tahu panggilan Tuhan untuk membantu sesama yang membutuhkan, ada banyak orang yang ingin bisa berbuat baik kepada orang lain, merasa kasihan melihat penderitaan orang lain, namun tetap merasa belum mampu untuk berbuat apapun. Sebagai manusia kita kerap merasa kekurangan, sangat susah merasa cukup, sementara kebutuhan-kebutuhan terus saja bertambah seiring banyaknya hal-hal yang ditawarkan dunia yang rasanya harus kita miliki. Apalagi setelah melihat teman, saudara atau tetangga memiliki gadget-gadget jenis baru, kita pun rasanya harus memiliki sebelum dicap ketinggalan jaman. Hal-hal seperti itu terus menghambat kita untuk berbuat sesuatu, dan kita tidak tertarik untuk melakukan sesuatu yang kecil sekalipun karena merasa bahwa itu tidaklah berarti apa-apa. Padahal pandangan Tuhan sama sekali tidak seperti itu. Sekecil apapun yang kita perbuat karena belas kasih dan tanpa pamrih, itu akan dihargai sangat besar oleh Tuhan. Janda miskin yang memberi hanya dua peser seperti sebagaimana tertulis dalam Markus 12:41-44 bisa menunjukkan bagaimana besarnya penghargaan Tuhan terhadap sesuatu yang sangat kecil bahkan mungkin tidak berharga di mata manusia. Tetapi hari ini mari kita lihat satu contoh lain mengenai seorang janda bernama Tabita atau Dorkas.